Minggu, 02 Desember 2012

Fiqih Ibadah


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
                Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah.Sholat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.

             Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. Terkadang ada problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka islam mempermudah orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan mengunakan debu. Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidakmenemukan kedua alat bersuci? Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan faaqiduth thohuuroini.bagaimana tata cara bersuci yang benar untuk orang sakit, missal kakinya diperban atau pasien rawat inap di rumah sakit yang biasanya tidak bisaterkena air? Pertanyaan-pertanyaan diatas mungkin sering kita jumpai dikalangan masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa adanya kajian khusus tentang hal-hal diatas bukan tidak mungkin kita sebagai mahasiswa sekolah tinggi islam berbasis pesantren tidak dapat menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Berawal dari deskripsi diatas ditambah dengan tugas mata kuliah fiqih ibadah, kami mencoba menguraikan hal-hal diatas, meskipun tidak dapat dikatakan lengkap. Minimal dengan adanya makalah ini, kita mengetahui gambaran status hokum kasus-kasus tersebut, syukur-syukur tergerak untuk melaksanakan studi yang mendalam tentang hukum peribadatan islam ini atau menarik hal positif lain yang nanti akan berguna dikehidupan kita nanti amin. 

2. Rumusan Masalah
     Mengacau pada latar belakang diatas, kami akan mencoba merumuskan beberapa masalah
  yang akan dibahas diantaranya:
     1) Pengertian mandi, hal-hal yang mewajibkanya, dan tata cara mandi untuk faaqiduth
      thohuroini
     2) Definisi tayamum dan hal-hal yang memperbolehkanya.
     3) tatacara bersuci bagi shohibul jabiroh dan pasien rawat inap di rumah sakit.

BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN 
Mandi menurut arti bahasa adalah: mengalirkan air secara mutlak terhadap sesuatu. Menurut arti syara 'adalah: sampainya air yang suci keseluruh tubuh dengan cara tertentu. Sedangkan menurut ulama 'bermadzhab Sayafi'I mendefisikan mandi yaitu: mengalirkan air keseluruh badan disertai dengan niat. Adapun ulama 'bermadzhab Maliki juga membuat suatu pengertian yaitu: sampainya air keseluruh badan disertai dengan proses menggosok dengan niat diperbolehkannya untuk melakukan sholat. Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu 'ibadah yang berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan itu sangat dianjurkan oleh nabi.

2. HAL-HAL YANG mewajibkan mandi Hal-hal yang mewajibkan seseorang harus mandi ada
    tiga yaitu: 
    1) Jinabat Seseorang dalam kondisi jinabat adakalanya: 
a) Keluar mani, adapun mani seseorang bisa diketahui lewat cara keluarnya disertai
    dengan  rasa yang enak, baunya yang seperti adonan roti ketika basah dan seperti
    putih telur ketika kering. Jadi apabila tidak ditemukan sifat-sifat yang seperti diatas
     maka tidakwajib untuk mandi. 
      b) Memasukkan penis (baik keseluruh ataw sebagian) kedalam farji, meskipun farjinya
     orang yang sudah mati atau hewan, baik disertai paksaan atau dalam kondisi tidur,  
     baik keluarnya terasa enak atau tidakdan meski tanpa keluar mani. Tapi imam Abu
     Hanifah dan Imam Maliki berpendapat bahwa apabila mani tersebut keluarnya tanpa
     ada rasa enak maka tidak wajib mandi. 
2) Haidh Masa sedikitnya haidh yaitu sehari semalam, umumnya 6-7 hari, sedangkan
    waktu maksimalnya 15 hari 
3) NifasMasa sedikitnya nifas seketika, umumnya 40 hari dan masa paling banyakny
     a  yaitu 60 hari 
3. Fardlu-fardlu MANDI, Fardlunya mandi ada dua yaitu: 
a). Niat melaksanakan mandi wajib atau menghilangkan hadats besar di bergabung dengan
     mengalirkan air kesekujur tubuh. jika seorang melaksanakanniatsetelah melaksanakan
     basuhan mandi maka ia wajib untuk mengulangi basuhannya. 

b). Air merata keseluruh badan sampai pada sela-selabadan serta bagian bawah rambut
      yang tebal. Supaya air dapat benar-benar merata, maka orang yang mandi harus
 melepaskan pilinan rambut agar air bias masuk pada kulit rambut.Adapun mandi bias di lakukan dengan berbagai cara. Bias dengan menyilam di air, mengucurkan air kesekujur badan, atau dengan cara apapun jika air bias masuk ke seluruh tubuh. 

4. Kesunnahan MANDI Sunnah mandi ada banyak sekali, diantaranya adalah: 
1.Membaca Basmala pada awal mandi. Bagi orang yang berhadats harus menyengaja untuk
    berdzikir maka hukum nya haram. 
2. berkumur. 
3. Menghirup air kedalam hidung. 
4.Menghilangkan kotoran yang berada pada badan. 
5. Berwudlu sebelum mandi. 
6. Meneliti lekukan seperti dua telinga atau meneliti bawah kuku, supaya tidak ada sesuatu
    yang menghalangi air masuk pada kulit. 
7. Menggosokkan tangan keseluruh badan, imam malik berpendapat bahwa menggosokkan
    tangan keseluruh badan hukumnya wajib. 
8. Mengulang tiga kali. 
9. Menghadap kiblat. Dalam proses berlangsungnya mandi, seorang bisa membuka
    aurotnya asal dalam keadaan sepi. Seperti apa yang telah dikatakan oleh imam ibnu hajar
    dalam kitab fathul jawadnya .

5. PERMASALAHAN bersuci untuk FAAQIDUTH THOHUROINI. Dalam roda kehidupan yang selalu berputar seiring berkembangnya zaman, seorang pasti suatu saat akan medapat problem, salah satunya yaitu ketika seseorang tidak mendapatkan dua alat untuk bersuci yaitu air dan debu Dalam kitab Nihayatuz zain Hal. 32 dijelaskan bahwa orang tidak menemukan dua alat untuk bersuci diperbolehkan melaksanakan sholat fardlu karena menghormati waktu sholat dan mengulang sholatnya ketika sudah menemukan salah satu dari keduanya (air dan debu). Dalam redaksi kitab kifayatul akhyar juga di sebutkan ketika seseorang tidak menemukan air atupun debu, maka dia tetap melaksanakan sholat hurmatul waqti (menghormati waktu) dan ia wajib mengulangi sholatnya ketika ia bias mengusahakkan air. Ketiaka ia mampu untuk mengusahakannya sebelum habisnya waktu. Tetapi ketika ia tidak bisa mengusahakannya sampai waktu sholat habis, ia tidak wajib mengulang sholatnya. cotoh kasus: seseorang berada dalam penjara bawah tanah yang didalam sama seskali tidak ada air maupun debu. Orang tersebut sholat tetap dalam keadaannya dan tidak wajib untuk mengulanginya karena bagaimanapun juga ia tetap tidak dapat mengusahakan kedua alat bersuci tersebut.Seperti kasus orang bepergian menggunakan pesawat terbang dengan jarak tempuh misal 10 jam. Ketika ia berangkat hari sabtu pada pukul 13.00 WIB berarti ia akan mendarat di bandara tujuannya pakul 23.00 dini WIB. Jika selisih waktu Indonesia kbarat dengan tempat tujuannya lebih cepat 6 jam, berarti ia sampai di tempat tujuannya hari Minggu dini hari pukul 04.00 dini hari. Secara praktis, ia telah kehilangan waktu sholat ashar dan maghrib dan isya 'maka solusinya adalah: jika ia telah melaksanakan sholat ashar, maghrib, isya' dan shubuh lihurmatil waqti, ia tidak perlu mengulangi sholat ashar, maghrib dan isya 'nya karena pada jam 04.00 waktu ketiganya telah habis. Tapi ia harus mengulangi shalat shubuhnya karena ia mampu mendapatkan alat bersuci pada waktu sholat shubuh belum habis. Ketika faaqiduth thohuroini jinabat, maka yang harus dilakukan adalah tetap melaksanakan sholat karena menghormati waktu sholat. Ketika ia mampu mendapatkan sarana bersuci sebelum waktu sholat habis, maka ia wajib mengulangi sholatnya. Tetapi jika tidak, maka ia tidak perlu mengulangi sholatnya. 

6. Dapatkah FAAQIDUTH THOHUROINI MEMBACA SURAT AL FATIHA KETIKA
    SHOLAT LIHURMATIL WAKTU dalam keadaan junub? Menyikapi masalah diatas, imam
    rofi'i menjelaskan bahwah orang tersebut dapat membaca surat al fatiha dengan niat
    Dzikir. Pendapat ini diikuti oleh imam nawawi. 

7. DEFINISI TAYAMMUM Tayamum dalam arti bahasa adalah menyengaja.Sedangkan
    menurut syara 'ada beberapa pengertian, yaitu: 
1)       Menurut hanafiah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu
Yang suci 
2) menurut Malikiyah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu
     yang suci disertai niat.
3) menurut syafi ' iyah, tayamum adalah mendatangkan debu pada wajah dan kedua tangan
    atau angota dari keduanya sebagai ganti dari wudlu 'atau mandi dengan persyaratan
    tertentu. 
4) menurut Hanafiah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu
    yang  suci dengan cara yang ditentukan. Menurut Hanafiyah, tayamum merupakan
 pengganti yang mutlak dari wudlu, maksutnya tayamum dapat menghilangkan hadats
          selama tidakada air ketika seseorang akan menunaikan sholat. Dengan keterangan ini
          bisa kita ambil kesimpulan bahwa dengan sekali tayamum, kita dapat melaksanakan
 sholat fardlu lebih dari sekali, waktu bertayamum tidak harus menunggu masuknya
          waktu sholat, dan hal-hal lain sebagaimana wudlu.setatmen ini berbeda denag jumhur,
          yakni posisi tayamum menghilangkan hadats. Maka bila telah masuk waktu sholat orang
          yang hadats tidak  menemukan air atau karena sebab lain yang memperbolehkan
          seseorang bertayamum ia dapat menunaikan sholat walau dalam kondisi hadats dengan
          bertayamum karena darurot, sebagaimana kasus mustahadloh (orang perempuan yang
          istihadlo) 

8.WAKTU TAYAMUM Menurut Hanafiyah tayamum diperbolehkan sebelum masuk waktu
    sholat, serta dapat digunakan lebih dari sekali sholat fardlu kareana menjadi pengganti
    mutlak dari wudlu. Menurut jumhur sebaliknya, yaitu tayammum hanya diperbolehkan
    untuk sekali sholat fardlu dan harus dilakukan setelah waktu sholat. 

9. SEBAB-SEBAB yang memperbolehkan TAYAMMUM Sebab-sebab diperbolehkan
    tayammum ada dua, yaitu: 
1. tidak ada air, atau secara syara ', yakni ada air minum khusus untuk air minum atau harus
    membeli air dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal. 
2. Kuatir mendapatkan efek negatif ketika menggunakan air seperti sakit bila terkena air
    maka sakitnya ber tambah parah. Dalam redaksi yang ada tambahan sebab yang
    memperbolehkan tayammum, yaitu terdapat air tetapi digunakan untuk minum baik
    untuk manusia atau hewan yang dimulyakan, sebab ini tidak kami tulis karena sudah
    terwakili oleh sebab yang pertama. 

10. TATA cara bersuci bagi shohibul JABIROH dan PASIEN RAWATINAP di RUMAH SAKIT Dirumah sakit t erdapat banyak pasien dengan penyakit yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya pasien kecelakaan, penyakit dan sejenisnya biasanya ada pasien tidak bisa terkena air dalam jangka tertentu dalam waktu tertentu karena alasan kesehatan. Ketika sampai di rumah sakit biasanya lukanya dibersikan kemudian diperbal / digips. Perban / gips tersebut baru bisa bisa dibuka beberapa hari lagi, tergantung parah tidanya luka. Pertanyaannya apakah sebelum di perbal angota tersebut benar-benar telah suci? Bagaimana cara bersuci bila ternyata anggota tubuh yang luka merupakan bagian tubuh yang digunakan untuk bersuci seperti kedua tangan? Kita uraikan permasalahan ini satu persatu. 

1)  Shohibul jaba'ir atau orang sakit pada umumnya dapat mengganti wudlu dengan tayamum asal bila menggunakan air dikuatirkan dapat member dampak negatif bagi dirinya atau anggota badannya yang sakit, atau bila menggunakan air, sakit atau lukanya bertambah parah atau lama sembuhnya. Hal ini dapat diketahui melalui kebiasaan atau keterangan dari dokter walalupun selain islam menurut Malikiah dan syafi'iah. Sedangkan menurut Hanafiyah dan hambaliah harus dokter islam. 

2) Ketentuan mengusap jabiroh. 
a. Tidak mungkin melepaskan karena kuatir terlalu lama menderita, sakitnya
    bertambah parah atau menimbulkan luka baru. 
b. Posisi jabiroh tidak sampai melebihi bagian yang sehat disekitar luka yang
    diperlukan untuk melekatkannya. 
c. Memasang jabiroh dalam kondisi suci. 
d. Posisi jabiroh berada pada anggota selain tayammum, menurut qoul masyhur
    yang dipilih oleh imam nawawi, sedangkan menurut mayoritas ulama 'ketentuan
    ini tidak berlaku: 
1.        Untuk hadas besar. Shohibul jaba'ir yang berhadats besasr wajib melaksanakan tiga hal: 
a. Tayammum 
b. Membasuh anggota yang sehat dengan air 
      c. Mengusap jabiroh 

2.  Untuk hadats kecil. Bila posisi jabiroh diluar anggota wudlu maka tidak
     berpengaruh apa-apa, cara bersucinya dengan berwudlu seperti biasa. Tetapi saat
     jabiroh berada pada anggota wudlu maka orang tersebut wajib melaksanakan
     tiga hal: 
a) Membasuh anggota wudlu yang sehat 
b) Mengusap jabiroh 
c) Tayammum karena dalam wudlu disyaratkan tertib atau berurut, maka
    tayamum, mengusap jabiroh dan membasuh anggota sehat disekitar
    jabiroh, dilakukan pada saat membasuh anggota yang ada jabiroh. 

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa keterangan yang telah kami uraikan diatas, dapat kita tarik kesimpulan: 

1. Orang yang tidak mendapatkan kedua alat bersuci dapat melaksanakan
    sholat Karena menghormati waktu sholat. Bila ia mendapatkan salah satu alat
    untuk Bersuci sebelum habis waktu sholat, ia wajib mengulang shalatnya. 
    Tetapi bila Baru menemukan setelah waktu sholat habis, ia tidak wajib untuk
    mengulangi sholatnya.
2. Untuk shohibul jaba'ir atau orang sakit yang tidak bisa bersuci dengan air dapat
    mengganti wudlunya dengan tayammum. Dan bagishohibul jaba'ir wajib
    melepas perbannya ketika bersuci apabila tidak dikhawatirkan menimbulkan
    bahaya. 
3. Menurut mayoritas ulama, tayamum adaalah pengganti yang sifatnya hanya
    darurat. Alat bersuci yang sebenarnya adalah air. Maka tayammum tidak bisa
    menghilangkan najis sebagaimana air. 
4. Untuk orang sakit maupun shohibul jaba'irketika badan, tempat, dan pakaiannya
    belum memungkinkan untuk dibersihkan ia hanya melaksanakan shalat
    lihurmatil wakti dan wajib mengulangi shalatnya ketika telah memungkankan. 

DAFTAR PUSTAKA

1). Ali, Atabik dan A. Zuhdi Muhdlor, 1999. Kamus kontemporerarab Indonesia,
     Yogyakarta: Multi Karya Grafika 
2). Ad Dimasyqi, Muhammad binAbdurrahman Asy syafi '-----, Rahmatul Ummah
     fi ikhtilafil A' Immah, Surabaya: al hidayah 
3). Dr. Wahbah Azzuhaily, 1984. Al fiqhul islamywa Adillatuhu, Beirut: Dar El Fikr
4). Team mustahik 2005,2010. Fiqh praktisal badi'ah, Jombang: Pustaka Al muhibbin 
5). Syatha ', Sayyid Abu Bakr, ------------------, I'anatuth Thalibin, Maktabah samilah 
6). Al Bantani, Abi 'Abdul Mu'thi Muhammad Nawawi Ibn' Umar, ---------, Nihayatuz
     Zain Fi irsyadil Mubtadi'in, Surabaya Al haromain 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flag Counter