الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ,
أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ, وَأَسْأَلُهُ الْمَغْفِرَةَ يَوْمَ
الدِّيْنِ.وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَامَحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الْمَبْعُوْثُ بِاالْهُدَى وَالنُّوْرِالْمُبِيْنِ,صَلَّى اللهُ وَ عَلَى أَلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
أَمَّا بَعْدُ
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Assalaamu’alaikum, warahmatullaahi wabarakaatuh.
Rasanya, ketika kita berbicara tentang hijrah, tentang Muharram, atau tentang tahun baru Islam, tidak ada sesuatu yang baru atau menarik bagi kita. Sekilas pandang, kita –seakan– merasa sudah terlalu pandai dalam mengenali bulan Islam yang satu ini. Benarkah demikian? Sudahkah khasanah keilmuan kita, sesuai dan memadai sebagai insan akademis Islam, yang kelak akan bersinggungan langsung dengan kebutuhan masyarakat?
Sejarah mencatat, manusia pertama yang berhasil mengkristalisir hijrah nabi sebagai event terpenting dalam penaggalan Islam adalah Sayidina Umar bin Al Khattab, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah. Hal ini terjadi pada tahun ke-17 sejak Hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah.
Walaupun demikian, nampaknya Sayidina Umar r.a. lebih condong kepada pendapat –sayidina Ali karamallâhu wajhah-- yang meng-afdoliah-kan peristiwa hijrah sebagai tonggak terpenting ketimbang event-event lainnya dalam sejarah Islam, pada masalah yang satu ini. Relevan dengan klaim beliau: “Kita membuat penaggalan berdasar pada Hijrah Rasulullah Saw, adalah lebih karena hijrah tersebut merupakan pembeda antara yang hak dengan yang batil.
Yang Unik Dalam Hijriah
Nampaknya, ada sesuatu yang unik dalam kalenderisasi Islam ini. Ketika sejarah mengatakan, bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabiul Awal –bukan pada bulan Muharram--, tapi mengapa pada realita, pilihan jatuh pada bulan Muharram, bukan pada bulan Rabiul Awal, sebagai pinangan pertama bagi awal penanggalan Islam.
Memang, dalam peristiwa hijrah ini Nabi bertolak dari Mekah menuju Madinah pada hari Kamis terakhir dari bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Tsur pada awal bulan Rabiul Awal, tepatnya pada hari Senin tanggal 13 September 622.
Hanya saja, Sayidina Umar beserta sahabat-sahabatnya menginginkan bulan Muharram sebagai awal tahun hijriah. Ini lebih karena, beliau memandang di bulan Muharramlah Nabi berazam untuk berhijrah, padanya Rasulullah Saw selesai mengerjakan ibadah haji, juga dikarenakan dia termasuk salah satu dari empat bulan haram dalam Islam yang dilarang Allah untuk berperang di dalamnya. Sehingga Rasulullah pernah menamakannya dengan “Bulan Allah”. sebagaimana sabdanya: “Sebaik-baik puasa selain dari puasa Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah, yaitu bulan Muharram”. ( Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Ternyata keunikan awal Hijriah tidak hanya sampai di situ. Biasanya, pada hari kesepuluh dari bulan tersebut, sebagian orang dari kampung kita membuat makanan sejenis bubur yang dinamakan bubur Asyura, atau mungkin dalam bentuk lain semacam nasi tumpeng, maupun makanan lain sejenisnya, tergantung budaya masing-masing tempat dalam mengekspresikan rasa bahagianya terhadap hari Islam tersebut.
Sepertinya, yang menjadi unik bagi kita –sebagai kaum terpelajar– adalah tradisi bubur Asyura tersebut. Adakah hubungannya dengan Islam? Asyura itu sendiri terambil dari ucapan “`Asyarah”, yang berarti sepuluh. Hari Asyura, hari yang ke sepuluh dari bulan Muharram.
Islam memerintahkan umatnya untuk berpuasa sunah dan meluaskan perbelanjaan kepada keluarganya pada hari tersebut.
Kalau kita berupaya untuk menelusuri keterangan dari junjungan kita, Rasulullah Saw, dari hadits sahihnya kita dapati, bahwa ia adalah hari yang bersejarah bagi umat Yahudi, karena pada hari itulah Allah menyelamatkan Nabi Musa a.s. serta para pengikutnya, disaat menenggelamkan Firaun.
Adapun tradisi bubur Asyura .................
Konon, di hari Asyura ini, ketika Nabi Nuh As. dan para pengikutnya turun dari bahtera, mereka semuanya merasa lapar dan dahaga, sedangkan perbekalan masing-masing telah habis. Maka Nabi Nuh As. meminta masing-masing membawa satu genggam biji-bijian dari jenis apa saja yang ada pada mereka. Terkumpullah tujuh jenis biji-bijian, semuanya dicampurkan menjadi satu, lalu dimasak oleh beliau untuk dijadikan bubur. Berkat ide Nabi Nuh As., kenyanglah para pengikutnya pada hari itu. Dari cerita inilah, dikatakan sunat membuat bubur Asyura dari tujuh jenis biji-bijian untuk dihidangkan kepada fakir miskin pada hari itu.
Menurut Syara’, semua pada asalnya boleh-boleh saja, selagi tidak bertentangan dengan kaidah agama . Terlebih, di saat tradisi semacam ini mengandung nilai positif dan seiring dengan ajaran Islam. Hanya saja, yang selalu ditekankan oleh junjungan kita, hendaknya manusia selalu mengenang dan mengingat hari ketika Allah menurunkan nikmat atau azab kepada manusia, agar kita semua dapat bersyukur, sadar dan insaf kepada-Nya. Mungkin sekedar inilah yang ditekankan Rasululullah Saw. berkenaan dengan hari Asyura tersebut.
Sebagaimana gejala lain terkadang kita dapati juga dari masyarakat kita –masyarakat , berkenaan dengan Muharram ini. Semacam tradisi atau bahkan keyakinan tentang tidak mau melangsungkan akad pernikahan di bulan ini. Fenomena semacam ini, apakah memang ada landasannya dalam Islam, atau hanya sekedar khurafat, bahkan mungkin karena kontaminasi dan pengaruh kultur Islam-Kejawen yang terkadang masih melekat dalam budaya Indonesia.
Muharram dalam Islam, merupakan salah satu dari empat bulan haram yang ada dalam Islam (Rajab, Zulka’dah, Zulhijjah dan Muharram). Dalam empat bulan ini, kita dilarang melancarkan peperangan kecuali dalam kondisi darurat yang tidak dapat kita elakan. Firman Allah Swt dalam surah At Taubah ayat 36:
Rasanya, ketika kita berbicara tentang hijrah, tentang Muharram, atau tentang tahun baru Islam, tidak ada sesuatu yang baru atau menarik bagi kita. Sekilas pandang, kita –seakan– merasa sudah terlalu pandai dalam mengenali bulan Islam yang satu ini. Benarkah demikian? Sudahkah khasanah keilmuan kita, sesuai dan memadai sebagai insan akademis Islam, yang kelak akan bersinggungan langsung dengan kebutuhan masyarakat?
Sejarah mencatat, manusia pertama yang berhasil mengkristalisir hijrah nabi sebagai event terpenting dalam penaggalan Islam adalah Sayidina Umar bin Al Khattab, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah. Hal ini terjadi pada tahun ke-17 sejak Hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah.
Walaupun demikian, nampaknya Sayidina Umar r.a. lebih condong kepada pendapat –sayidina Ali karamallâhu wajhah-- yang meng-afdoliah-kan peristiwa hijrah sebagai tonggak terpenting ketimbang event-event lainnya dalam sejarah Islam, pada masalah yang satu ini. Relevan dengan klaim beliau: “Kita membuat penaggalan berdasar pada Hijrah Rasulullah Saw, adalah lebih karena hijrah tersebut merupakan pembeda antara yang hak dengan yang batil.
Yang Unik Dalam Hijriah
Nampaknya, ada sesuatu yang unik dalam kalenderisasi Islam ini. Ketika sejarah mengatakan, bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabiul Awal –bukan pada bulan Muharram--, tapi mengapa pada realita, pilihan jatuh pada bulan Muharram, bukan pada bulan Rabiul Awal, sebagai pinangan pertama bagi awal penanggalan Islam.
Memang, dalam peristiwa hijrah ini Nabi bertolak dari Mekah menuju Madinah pada hari Kamis terakhir dari bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Tsur pada awal bulan Rabiul Awal, tepatnya pada hari Senin tanggal 13 September 622.
Hanya saja, Sayidina Umar beserta sahabat-sahabatnya menginginkan bulan Muharram sebagai awal tahun hijriah. Ini lebih karena, beliau memandang di bulan Muharramlah Nabi berazam untuk berhijrah, padanya Rasulullah Saw selesai mengerjakan ibadah haji, juga dikarenakan dia termasuk salah satu dari empat bulan haram dalam Islam yang dilarang Allah untuk berperang di dalamnya. Sehingga Rasulullah pernah menamakannya dengan “Bulan Allah”. sebagaimana sabdanya: “Sebaik-baik puasa selain dari puasa Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah, yaitu bulan Muharram”. ( Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Ternyata keunikan awal Hijriah tidak hanya sampai di situ. Biasanya, pada hari kesepuluh dari bulan tersebut, sebagian orang dari kampung kita membuat makanan sejenis bubur yang dinamakan bubur Asyura, atau mungkin dalam bentuk lain semacam nasi tumpeng, maupun makanan lain sejenisnya, tergantung budaya masing-masing tempat dalam mengekspresikan rasa bahagianya terhadap hari Islam tersebut.
Sepertinya, yang menjadi unik bagi kita –sebagai kaum terpelajar– adalah tradisi bubur Asyura tersebut. Adakah hubungannya dengan Islam? Asyura itu sendiri terambil dari ucapan “`Asyarah”, yang berarti sepuluh. Hari Asyura, hari yang ke sepuluh dari bulan Muharram.
Islam memerintahkan umatnya untuk berpuasa sunah dan meluaskan perbelanjaan kepada keluarganya pada hari tersebut.
Kalau kita berupaya untuk menelusuri keterangan dari junjungan kita, Rasulullah Saw, dari hadits sahihnya kita dapati, bahwa ia adalah hari yang bersejarah bagi umat Yahudi, karena pada hari itulah Allah menyelamatkan Nabi Musa a.s. serta para pengikutnya, disaat menenggelamkan Firaun.
Adapun tradisi bubur Asyura .................
Konon, di hari Asyura ini, ketika Nabi Nuh As. dan para pengikutnya turun dari bahtera, mereka semuanya merasa lapar dan dahaga, sedangkan perbekalan masing-masing telah habis. Maka Nabi Nuh As. meminta masing-masing membawa satu genggam biji-bijian dari jenis apa saja yang ada pada mereka. Terkumpullah tujuh jenis biji-bijian, semuanya dicampurkan menjadi satu, lalu dimasak oleh beliau untuk dijadikan bubur. Berkat ide Nabi Nuh As., kenyanglah para pengikutnya pada hari itu. Dari cerita inilah, dikatakan sunat membuat bubur Asyura dari tujuh jenis biji-bijian untuk dihidangkan kepada fakir miskin pada hari itu.
Menurut Syara’, semua pada asalnya boleh-boleh saja, selagi tidak bertentangan dengan kaidah agama . Terlebih, di saat tradisi semacam ini mengandung nilai positif dan seiring dengan ajaran Islam. Hanya saja, yang selalu ditekankan oleh junjungan kita, hendaknya manusia selalu mengenang dan mengingat hari ketika Allah menurunkan nikmat atau azab kepada manusia, agar kita semua dapat bersyukur, sadar dan insaf kepada-Nya. Mungkin sekedar inilah yang ditekankan Rasululullah Saw. berkenaan dengan hari Asyura tersebut.
Sebagaimana gejala lain terkadang kita dapati juga dari masyarakat kita –masyarakat , berkenaan dengan Muharram ini. Semacam tradisi atau bahkan keyakinan tentang tidak mau melangsungkan akad pernikahan di bulan ini. Fenomena semacam ini, apakah memang ada landasannya dalam Islam, atau hanya sekedar khurafat, bahkan mungkin karena kontaminasi dan pengaruh kultur Islam-Kejawen yang terkadang masih melekat dalam budaya Indonesia.
Muharram dalam Islam, merupakan salah satu dari empat bulan haram yang ada dalam Islam (Rajab, Zulka’dah, Zulhijjah dan Muharram). Dalam empat bulan ini, kita dilarang melancarkan peperangan kecuali dalam kondisi darurat yang tidak dapat kita elakan. Firman Allah Swt dalam surah At Taubah ayat 36:
¨bÎ) no£Ïã Íqåk¶9$# yZÏã «!$# $oYøO$# u|³tã #\öky Îû É=»tFÅ2 «!$# tPöqt t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ßöF{$#ur !$pk÷]ÏB îpyèt/ör& ×Pããm 4 Ï9ºs ßûïÏe$!$# ãNÍhs)ø9$# 4 xsù (#qßJÎ=ôàs? £`ÍkÏù öNà6|¡àÿRr& 4 (#qè=ÏG»s%ur úüÅ2Îô³ßJø9$# Zp©ù!%x. $yJ2 öNä3tRqè=ÏG»s)ã Zp©ù!$2 4 (#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)GãKø9$# ÇÌÏÈ
“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah ada
dua belas bulan (yang telah ditetapkan) di dalam kitab Allah ketika menciptakan
langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati. Ketetapan yang
demikian itu adalah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan-bulan yang dihormati itu (dengan melanggar larangan-Nya).
Mengingat bahwa kalender hijriah dihitung berdasarkan rotasi bulan yang berlawanan dengan rotasi matahari, maka mengakibatkan semua hari-hari besar Islam dapat terjadi pada musim-musim yang berbeda. Sebagai contoh, musim haji dan bulan puasa, bisa terjadi pada musim dingin atau pada musim panas. Dan yang perlu diingat, hari-hari besar Islam tidak akan terjadi persis dengan musim kejadiannya, kecuali sekali dalam 33 tahun.
Hijrah menggambarkan perjuangan menyelamatkan akidah, penghargaan atas prestasi kerja, dan optimisme dalam meraih cita-cita,hijrah sebagai tahun (periode) menandai dimulainya era muslim dan era baru menata komunitas muslim.
Peristiwa hijrah ke Madinah atau yang saat ini kita peringati sebagai tahun baru Hijrah (1 Muharram 1435), adalah peristiwa yang di dalamnya tersimpan suatu kebijaksanaan sejarah (sunnatullah) agar kita senantiasa mengambil hikmah, meneladani, dan mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran Rasulullah saw (sunnatur-rasul). Setidaknya ada tiga hal utama dari serangkaian peristiwa hijrah Rasulullah, yang agaknya amat penting untuk kita transformasikan bagi konteks kekinian.
Pertama, adalah transformasi keummatan. Bahwa nilai penting atau missi utama hijrah Rasulullah beserta kaum muslimin adalah untuk penyelamatan nasib kemanusiaan. Betapa serangkaian peristiwa hijrah itu, selalu didahului oleh fenomena penindasan dan kekejaman oleh orang-orang kaya atau penguasa terhadap rakyat kecil.
Kedua, adalah transformasi kebudayaan. Hijrah dalam konteks ini telah mengentaskan masyarakat dari kebudayaan jahili menuju kebudayaan Islami. Jika sebelum hijrah, kebebasan masyarakat dipasung oleh struktur budaya feodal, maka setelah hijrah hak-hak asasi mereka dijamin secara perundang-undangan (syari'ah)..
Ketiga, adalah transformasi keagamaan. Transformasi inilah, yang dalam konteks hijrah, dapat dikatakan sebagai pilar utama keberhasilan dakwah Rasulullah.
Mengingat bahwa kalender hijriah dihitung berdasarkan rotasi bulan yang berlawanan dengan rotasi matahari, maka mengakibatkan semua hari-hari besar Islam dapat terjadi pada musim-musim yang berbeda. Sebagai contoh, musim haji dan bulan puasa, bisa terjadi pada musim dingin atau pada musim panas. Dan yang perlu diingat, hari-hari besar Islam tidak akan terjadi persis dengan musim kejadiannya, kecuali sekali dalam 33 tahun.
Hijrah menggambarkan perjuangan menyelamatkan akidah, penghargaan atas prestasi kerja, dan optimisme dalam meraih cita-cita,hijrah sebagai tahun (periode) menandai dimulainya era muslim dan era baru menata komunitas muslim.
Peristiwa hijrah ke Madinah atau yang saat ini kita peringati sebagai tahun baru Hijrah (1 Muharram 1435), adalah peristiwa yang di dalamnya tersimpan suatu kebijaksanaan sejarah (sunnatullah) agar kita senantiasa mengambil hikmah, meneladani, dan mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran Rasulullah saw (sunnatur-rasul). Setidaknya ada tiga hal utama dari serangkaian peristiwa hijrah Rasulullah, yang agaknya amat penting untuk kita transformasikan bagi konteks kekinian.
Pertama, adalah transformasi keummatan. Bahwa nilai penting atau missi utama hijrah Rasulullah beserta kaum muslimin adalah untuk penyelamatan nasib kemanusiaan. Betapa serangkaian peristiwa hijrah itu, selalu didahului oleh fenomena penindasan dan kekejaman oleh orang-orang kaya atau penguasa terhadap rakyat kecil.
Kedua, adalah transformasi kebudayaan. Hijrah dalam konteks ini telah mengentaskan masyarakat dari kebudayaan jahili menuju kebudayaan Islami. Jika sebelum hijrah, kebebasan masyarakat dipasung oleh struktur budaya feodal, maka setelah hijrah hak-hak asasi mereka dijamin secara perundang-undangan (syari'ah)..
Ketiga, adalah transformasi keagamaan. Transformasi inilah, yang dalam konteks hijrah, dapat dikatakan sebagai pilar utama keberhasilan dakwah Rasulullah.
Menyongsong
Tahun Baru Hijriyah
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
"Dan katakanlah! Beramallah maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui hal yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS: At-Taubah:105)
Tidak terasa umur kita bertambah satu tahun lagi. Itu berarti jatah hidup kita berkurang dan semakin mendekatkan kita kepada rumah masa depan, kuburan. Pelajaran yang terbaik dari perjalanan waktu ini adalah menyadari sekaligus mengintrospeksi sepak terjang kita selama ini.
Kita punya lima hari yang harus kita isi dengan amal baik.
Hari pertama, yaitu masa lalu yang telah kita lewati apakah sudah kita isi dengan
hal-hal yang dapat memperoleh ridho Allah?
Hari kedua, yaitu hari yang sedang kita alami sekarang ini, harus kita gunakan untuk
yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat.
Hari ketiga, hari yang akan datang, kita tidak tahu apakah itu milik kita atau bukan.
Hari keempat, yaitu hari kita ditarik oleh malaikat pencabut nyawa menyudahi kehidupan
yang fana ini, apakah kita sudah siap dengan amal kita?
Hari kelima, yaitu hari perhitungan yang tiada arti lagi nilai kerja atau amal, apakah
kita mendapatkan rapor yang baik, dimana tempatnya adalah surga, atau mendapat
rapor dengan tangan kiri kita, yang menunjukan nilai buruk tempatnya di neraka.