إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ
اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu
firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan
iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa
Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan
kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah
dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin
mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang
digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman
kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia
menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang
pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah
besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua
manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya
buah iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah
Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih,
bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat
yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang
kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga
tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum
datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa
beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan
iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats
Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ
بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُ وْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ
وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا
يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
...
Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir
dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak
memalingkannya dari agamanya, dan ada pula
yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu
tidak memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari,
Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Mari kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk
membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam
mempertahankan iman kita?
Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita?
Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan
orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan
mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka,
tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu.
Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila
dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang
besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah
berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada
empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah
untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam
untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang
betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus
menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan
apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
(HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz
14 hal. 109-110).
Yang kedua:
Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi
pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri
seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah
sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan
itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam
membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan
itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini
artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama
oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan
terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat
terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak
yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan.
Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak
heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta
dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara
akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau
dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah
dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat
wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk
membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi
Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda
Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan
menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat
maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ
طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ...
(متفق عليه).
“Tujuh (orang
yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan
selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang
perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari
Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal.
344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal.
120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit,
ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub
Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga
tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit
itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk
biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya
meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada
saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru
Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”.
(Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub
Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air
dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun
ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat,
namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak
sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk
menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara
kita yang tega menjual iman dengan kemewahan dunia.
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan
orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami
oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama
ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa
keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta
benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di
akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk
memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika
kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang
membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan
penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah
Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan
betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman
mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat
Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di
berbagai tempat sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari
Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat
Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh
mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam
dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas
penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu
nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang
pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan:
( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak
jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4
sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang
berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang
mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama
dunia ini masih tegak, selama pertarungan yg
haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh
Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur
dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di
sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah
menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah
serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan
meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada
kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.